Masjid Peninggalan Kesultanan Deli

Masjid Al-Osmani

Masjid Al-Osmani

Sejarah Masjid Al-Osmani
 
Masjid Al-Osmani adalah peninggalan kesultanan Deli di Medan, Sumatera Utara. Masjid ini juga di kenal dengan sebutan Masjid Labuhan karena lokasinya yang berada di kecamatan Medan Labuhan. Masjid ini terletak di jalan K.L. Yos Sudarso Kel. Pekan Labuhan sekitar 20 kilometer sebelah utara Kota Medan. Di depan masjid ini ada sebuah sekolah yaitu sekolah YASPI (Yayasan Pendidikan Islam) dan tak jauh dari masjid ini disebelah YASPI ada sebuah pekong Lima Medan Labuhan dan di depan pekong tersebut ada sebuah jalan yang menuju ke pasar/pajak Medan Labuhan.

Masjid Al-Osmani yang letaknya tepat di pinggir jalan K.L Yos Sudarso Medan Kelurahan Pekan Labuhan
Masjid tertua di Kota Medan ini dibangun pertama kali pada tahun 1854 oleh Raja Deli ketujuh kesultanan Deli, yakni Sultan Osman Perkasa Alam dengan menggunakan material bahan kayu pilihan. Kemudian pada 1870 hingga 1872 masjid yang terbuat dari bahan kayu itu dibangun menjadi permanen oleh anak Sultan Osman, yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam yang juga menjadi Raja Deli kedelapan.

Masjid yang letaknya berseberangan dengan pekong lima Medan Labuhan, hingga kini, selain digunakan sebagai tempat beribadah, masjid itu juga dipakai sebagai tempat peringatan dan perayaan hari besar keagamaan dan tempat pemberangkatan menuju pemondokan jamaah haji yang berasal dari Medan utara. Di masjid ini juga terdapat lima makam Raja Deli yang dikuburkan yakni Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sulthan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), Sultan Osman Perkasa Alam, dan Sulthan Mahmud Perkasa Alam.
Masjid Al-Osmani pertama kali dibangun tidak seperti apa yang telah kita lihat, dengan bangunan berbahan batu, seperti yang dijelaskan diatas, masjid tersebut dibangun menggunakan bahan kayu yang luasnya hanya seluas 16 x 16 meter. Pada tahun 1870, Sultan Deli VIII Mahmud Al Rasyid melakukan pemugara besar - besaran terhadap bangunan masjid yang diarsiteki arsitek asal Germany, GD Langereis. Selain dibangun secara permanen dengan material dari Eropa dan Persia, ukurannyapun juga diperluas menjadi 26 x 26 meter dan penyelesaian renovasi selesai pada tahun 1872.

Perbaduan arsitektur bangunan dengan mencampurkan nuansa etnik dari Timur Tengah, India, Spanyol, Melayu dan China telah Beberapa kali mengalami pemugaran, namun tidak sedikitpun menghilangkan keaslian arsitektur. Empat kombinasi Negara itu berada pada pintu masjid yang berornamen China, ukiran bangunan bernuansa India, dan arsitektur bernuansa Eropa, dan ornamen-ornamennya bernuansa Timur Tengah. Rancangannya unik, bergaya India dengan kubah tembaga bersegi delapan, dan  Kubah yang terbuat dari kuningan dengan beratnya mencapai 2,5 ton.

Warna masjid yang didominasi kuning keemasan merupakan warna kebanggaan Suku Melayu, yang  diartikan atau menunjukkan kemegahan dan kemuliaan dengan paduan warna hijau yang filosofnya menunjukkan keislaman.





Comments

Post a Comment

Silahkan berikan komentar yang membangun Blog ini